Senin, 02 Januari 2012

ANTARA JAKARTA - BATULICIN


Tulisan ini hanyalah sepenggal kisah tentang perbedaan culture/budaya masyarakat, gaya hidup, dan keadaan sosial yang mungkin hanya terlihat kasat mata oleh saya maka dari itu tidak dapat dijadikan sebagai patokan untuk suatu penilaian tertentu. Tulisan ini hanya merupakan kesan yang timbul dalam diri saya tentang perbedaan-perbedaan yang ada dan tidak ada maksud untuk mengecilkan ataupun menjatuhkan salah satu pihak dari cerita yang saya ungkapkan.
                Dari Cibubur, Jakarta Timur saya mulai berangkat meninggalkan ibukota menuju sebuah pulau yang sebenarnya sudah lama saya impikan untuk menginjaknya, yaitu Borneo. Dalam benak saya terbayang sebuah kota kecil yang indah karena dipenuhi oleh pesona alam yang masih perawan yang tak tersentuh oleh tangan-tangan manusia seperti yang terjadi di ibukota. Saya membayangkan betapa enaknya tinggal di kota kecil yang tenang, yang penduduknya masih ramah dan lingkungannya sehat. Saat itu tidak terpikirkan sedikitpun akan menemui sesuatu yang memang tidak ingin saya lihat. Tetapi setelah saya menginjakkan kaki saya di Pulau Kalimantan, tepatnya di Batulicin Kalimantan Selatan, semua seakan-akan menjadi mimpi buruk bagi saya. Kota ini begitu kumuh, panas sesak, dan (maaf) sangat tidak sehat karena debu dimana-mana.
                Tetapi saya tidak patah arang untuk mengetahui lebih banyak tentang kota ini dan kebetulan pekerjaan saya memberikan banyak ruang bagi saya untuk bergerak ke berbagai pelosok daerah sehingga saya lebih bisa memberi penilaian yang objektif tentang banyak hal yang saya lihat walaupun saya harus melakukan banyak penyesuaian terutama masalah bahasa yang menjadi kendala bagi saya dan Alhamdullillah masih banyak orang yang bisa berbahasa Indonesia.
                Batulicin tidak lagi primitive karena sudah banyak pendatang di daerah ini untuk berdagang, menambang dan bahkan bercocok tanam tetapi janganlah kita membandingkan dengan Jakarta karena kota ini tertinggal 10 tahun dari ibukota. Masyarakat di sini kebanyakan hidup berkecukupan dan glamour walaupun sebenarnya ada juga yang hidup di bawah garis kemiskinan tetapi tidak terekspose karena mereka tinggal di pedalaman secara berkelompok dalam suku mereka masing-masing. Penduduk di daerah kota hampir sama dengan Jakarta yang terdiri dari berbagai macam orang dari berbagai daerah di Indonesia sehingga sulit membedakan mana yang penduduk asli dan mana yang bukan. Mata pencaharian pokok penduduk kota adalah berdagang, tetapi jangan pernah berharap akan mendapatkan harga murah untuk setiap barang yang anda inginkan karena hampir semua barang di sini di beli dari Jawa sehingga harganya bisa melambung beberapa kali lipat. Harga makanan di sini juga setali tiga uang dengan dengan yang lain padahal UMR di sini termasuk rendah untuk ukuran Jakarta. Jika memang begitu pasti anda akan bertanya-tanya, bagaimana bisa survive dengan standar hidup tinggi seperti ini? Jangan salah, walaupun standar hidup tinggi tetapi daerah ini sangat kaya akan bahan tambang. Lagi-lagi kita harus mengucap syukur akan keadilan Tuhan, dimana dari semua yang kita lihat pasti ada hikmah dan rahasia yang kadang tidak kita mengerti.
                Bagaimana dengan penduduk yang tinggal di desa atau di pedalaman? Penduduk desa di sini terbagi menjadi dua yaitu penduduk pendatang dari program transmigrasi dan asli Kalimantan. Lalu selain perbedaan adat istiadat, apa lagi perbedaan yang menarik untuk dibahas?Yang menarik disini jelas dari cara hidup penduduk asli yang mungkin sudah tidak pernah kita jumpai lagi di Pulau Jawa. Tidak dipungkiri bahwa masyarakat pedalaman sudah mengenal uang dan pakaian, tetapi hal itu tidak menjadikan mereka konsumtif ataupun rakus akan harta karena mereka masih sangat bergantung pada alam untuk menunjang kehidupannya. Kepolosan dan keluguan penduduk desa ini masih sangat jelas terlihat apabila kita bertemu langsung dengan mereka. Hanya sebagian dari mereka yang bisa menginjakkan kaki ke kota karena memang mereka berusaha menjauhi keramaian yang mungkin tidak sesuai dengan cara hidup mereka. Kadang keluguan mereka ini dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk mengambil keuntungan dari tanah leluhur mereka, untungnya mereka sangat sadar dan sangat menghargai budaya mereka sehingga tidak sembarang orang dapat memanfaatkan mereka dengan mudah bahkan banyak pula yang tidak berhasil mendekati mereka karena mereka pada dasarnya merupakan masyarakat yang tertutup.
                Semakin hari saya merasa bahwa apa yang saya lakukan dan saya lihat masih belum cukup memuaskan hasrat saya untuk mengenal lebih jauh lagi tentang pulau ini, maka saya berharap semoga saya ditempatkan lebih lama lagi agar saya dapat menjelajahi pulau ini karena saya yakin bahwa pulau ini merupakan pulau harapan yang apabila dikelola dengan sungguh-sungguh dan dilestarikan dengan baik seluruh kebudayaan yang ada maka akan menjadi pulau masa depan yang sangat menjanjikan. Tuhan terima kasih Kau telah memberiku kesempatan untuk lebih mengenal bangsaku dan semoga Engkau mengijinkan aku untuk menjelajahi lebih banyak lagi tempat dan menyaksikan keindahan ciptaanMu sehingga aku bisa lebih bersyukur akan nikmat yang Kau berikan.
                Jakarta bukan Batulicin dan akan tetap sama sampai kapanpun, saya berharap Batulicin tidak menjadi seperti Jakarta karena jika itu terjadi maka akan rusaklah kebanggaan saya menjadi bagian dari bangsa ini. Saya ingin bangsaku tetap beragam, tetap bersahaja dan berbeda tetapi tidak melupakan sejarahnya sebagai satu bagian dari ibu pertiwi yang telah diperjuangkan dengan darah dan air mata oleh para pejuang bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar