Senin, 02 Januari 2012

INSTROPEKSI


Aku adalah orang yang keras kepala tetapi dengan ego yang normal, aku memang pribadi yang sensitive dan perfeksionis. Lalu bagaimana dengan dirimu??? Lingkungan dan keadaan memang menjadi guruku dan membentuk tabiatku sedemikian rupa jadi apa pedulimu??? Aku tidak pernah mengusikmu sementara kamu terus mengusikku. Fitnahmu bagai samurai tajam yang merontokkan pertahanan kesabaranku. Tapi kamu jangan merasa senang dulu karena rasa syukurku belum tersentuh olehmu sehingga masih dapat menumbuhkan benih kesabaran baru.
                Kamu bagai anjing hina yang selalu menjilati tuanmu agar diberi makan. Mulutmu telah banyak berbusa karena terus memfitnah orang. Kamu tak pernah sadar bahwa kamu tetaplah anjing yang tidak tau apa yang ada dibalik kebaikan tuanmu dan kamu sangat bodoh untuk mengerti bahwa tuanmu berbuat baik untuk merampas kemerdekaanmu.
                Aku memang orang yang keras karena guruku adalah ketertindasan, aku mungkin juga kasar karena aku harus bertahan dari orang-orang sepertimu. Aku memang sensitive karena harga diri bagiku adalah permata yang tak ternilai harganya, jadi jangan sekali-kali kamu merendahkanku karena otakku lebih pintar darimu dalam memberi perhitungan.
                Diamku tak sebusuk diammu dan kamu tak pernah berani menatap mataku karena kamu tau betapa kuatnya aku. Kamu tak pernah sanggup menjebol benteng harga diriku maka kamu terus berbuat licik untuk mencari lengahku. Hahaha… kenapa aku baru sadar bahwa kamu benar-benar orang yang lemah dan tak punya harga diri. So matiiii aja lu!!!!!!!!!!!!!

“ HIDUP KITA TERLALU PENTING UNTUK MENGKLARIFIKASI ISYU, KARENA KEBENARAN AKAN DIRI KITA HANYA KITA YANG TAU SETELAH MAWAS DIRI TANPA MENGIKUTSERTAKAN EGO”

WEJANGAN


Hari ini aku mendapat satu lagi nasihat (wejangan) hidup yang rasanya patut untuk dijadikan salah satu referensi untuk melanjutkan cita-citaku. Aku sangat bersyukur karena sudah cukup lama juga tidak mendapatkan sesuatu yang sangat berharga seperti saat ini. Tuhan terima kasih karena setelah sekian lama aku menjauh dariMu akhirnya kau beri lagi aku pencerahan yang memang sangat kubutuhkan.
                Hari ini orang yang sangat kusegani ditempatku berkarya yaitu seorang pemilik perusahaan memberiku banyak pelajaran dan nasihat yang dibutuhkan oleh seseorang yang sangat menghargai kerja keras, kejujuran dan juga harga diri. Beliau juga mengajariku bagaimana menjadi orang tua dan suami yang baik bagi keluargaku. Ya Allah, aku sekali lagi mengucapkan syukur yang tak terhingga kepadaMu. Ternyata setelah sekian lama aku “menepikan”Mu, Kau masih sudi untuk memberi petunjuk kepada hambaMu yang hina ini.
                Benar sekali kata “beliau” bahwa untuk mencapai kesuksesan kita harus menjunjung tinggi kerja keras, kejujuran, dan harga diri. Jangan pernah berharap kesuksesan datang dengan cepat karena akan menjadikan kita orang yang takabur dan mengaburkan kejujuran. Kita harus berusaha dengan segenap tenaga dan pikiran kita dengan bertumpu pada prinsip harga diri. Jangan pernah mengejar kesuksesan karena jika berusaha dengan sungguh-sungguh maka kesuksesan akan datang menghampiri.

KETIKA



                Ketika kejujuran menjadi hal yang langka di dunia, aku merasa sendiri dalam kemunafikan. Tiada kata yang dapat kutelan apalagi kalimat untuk kucerna. Aku merasa hidup dalam pembodohan dan pembenaran yang sebenarnya kebodohan dan kebenaran begitu nyata terlihat.
                Ketika  aku merenung dalam kegamangan pikiran, tanpa sadar akupun terjebak dalam pembenaran. Hitamnya dunia dan kotornya pikiran seakan telah tercampur rapi dalam sebuah adonan kebodohan.
                Ketika harta dan kehormatan semu diperjuangkan dengan gagah berani, martabat dan keluhuran budi seakan terabaikan hingga aku mendapati kejujuran yang tadinya tampak indah berseri menjadi sangat menjijikkan.
                Dimana lagi nuranimu wahai pejuang pembenaran, sudah puaskah kau melakukan pembodohan. Dunia seakan telah kau taklukkan, dirimu berdiri seolah menjadi pemenang yang dengan ksatria memperjuangkan kemunafikan.
                Ketika aku menertawakanmu, kau masih merasa menjadi yang terpuji yang semakin membuat aku muak dan ingin memuntahkan isi perutku di mukamu. Ha…ha…ha…

MENGENAL DAYAK LEWAT STUDI SEJARAH


            Dayak, etnis terbesar dan tersebar di seluruh bumi Kalimantan, telah membangun peradabannya sekitar 2000 SM. Studi sejarah dan antropologi mengungkapkan titik awal etnis dayak bermula dari migrasi masyarakat Proto Melayu dari daerah Cina Selatan, Yunan.
                Migrasi terus berlanjut sehingga membentuk etnis dayak yang memiliki keragaman dan heterogenitas dalam corak, pola hidup bahkan bahasa. Dayak Kenyah, Punan, Maanyan misalnya membangun komunitasnya di pedalaman dengan berkebun dan berladang. Ada pula Dayak Iban yang dikenal sebagai pelaut ulung yang hidup di pesisir Barat Kalimantan.
                Dalam perkembangannya, Dayak membangun sistem kepercayaannya dan ketuhanannya, sesuatu yang lumrah dimiliki setiap masyarakat. Di Kalimantan Tengah dan Selatan, Dayak Maanyan membangun kerajaan Nansarunai yang bercorak Hindu. Kerajaan ini mengalami kejatuhan pada abad ke-13 setelah diserang Majapahit (Fridoloin Ukur, 1971).
                Sebagian dayak masuk ke pedalaman, sebagian bertahan dan berasimilasi dengan Jawa. Islam mulai masuk Kalimantan, bersamaan dengan terbentuknya kerajaan baru di daerah selatan Kalimantan, yaitu Kerajaan Negara Daha (berpusat di Marabahan) dan Negara Dipa (berpusat di Amuntai).
                Pada daerah selatan pesisir Kalimantan Islam mulai berkembang di tengah kultur Hindu. Dayak yang menjadi muslim disebut Bahakey. Dituturkan tentang tokoh bernama Labai Lamiah seorang Dayak Maanyan pertama yang menjadi muallaf dan mubaligh. Ia berdakwah di wilayah Nagara yang masyarakatnya pada waktu itu adalah campuran antara suku Dayak Maanyan dan mantan prajurit Majapahit yang masih memeluk agama Hindu Syiwa.
                Labai Lamiah berhasil mengislamkan orang-orang Maanyan yang ada di Banua Lawas atau sekarang disebut Pasar Arba, tidak jauh dari Kalua. Akibatnya, Balai Adat orang Maanyan di tempat itu berubah fungsi menjadi masjid (Marko Mahin,2003).
                Ketika terjadi perpecahan internal pada kerajaan Nagara Dipa, Pangeran Samudra, seorang Dayak Maanyan meminta bantuan Demak untuk berkuasa di daerah Selatan Kalimantan. Raja Demak mensyaratkan keislaman Pangeran Samudra, sehingga namanya menjadi Suriansyah dan kemudian membangun Kerajaan Banjar pada tahun 1526, sehingga dimulailah etnis Banjar. Kerajaan Banjar sempat menghegemoni sosial politik di Kalimantan sehingga bahasa Banjar menjadi familiar di Kaltim dan Kalteng.
                Etnis Kutai, dikenal sebagai kerajaan Hindu tertua di Nusantara dengan adanya bukti prasasti Yupa pada abad ke-4 Masehi yang saat itu diperintah oleh Raja Mulawarman. Kutai, Dayak dan Banjar memiliki beberapa kesamaan fisik, corak hidup dan bahasa. Kutai juga mengalami Islamisasi setelah kedatangan mubaligh dari Sumatera yang mengajak Raja Kutai untuk memeluk Islam pada abad ke-17. Sehingga seluruh rakyatnya pun masuk Islam. Beberapa sejarawan memperkirakan Kutai juga berasal dari etnis yang sama dengan Dayak.
                Pada abad ke-16, Portugis dan Spanyol datang ke Nusantara untuk mencari sumber daya alam, disebabkan jatuhnya Bizantium oleh Turki yang praktis mengganggu jalur perekonomian Eropa dengan Asia. Barat (Eropa) mencari langsung sumber kekayaan ke negeri timur dengan menjajah dan mencuri kekayaan di seluruh penjuru negeri. Kedatangan Barat pada gelombang berikutnya ke Nusantara diikuti oleh misionaris untuk menyebarkan agama Kristen.
                Kristen masuk Kalimantan melalui daerah Utara dan Barat. Penjajah, ilmuwan sekaligus misionaris memasuki pedalaman Kalimantan untuk memetakan kekayaan alam dan mengenalkan agama Kristen. Maka dimulailah pembentukan komunitas-komunitas Dayak Kristen pada jalur-jalur yang dilaluinya sampai ke daerah timur Kalimantan.
                Kristen diterima oleh masyarakat pedalaman yang saat itu masih memiliki keyakinan animisme dan dinamisme. Dikenal pula Kaharingan yang mirip dengan Hindu dan masih banyak dipegang oleh Dayak daerah Kalteng. Kristen kemudian menjadi symbol dan identitas bagi sebagian etnis Dayak di daerah Kalbar, Kalteng dan Kaltim. Di Kaltim sendiri, Dayak Kristen terkonsentrasi di daerah Kutai Barat dan Malinau.
                Di kabupaten Berau terdapat kampung Dayak bernama Tumbit Dayak yang beragama Kristen dan Tumbit Melayu yang beragama Islam, kampung ini hanya bersebelahan di Kecamatan Kelai.
                Beragamnya corak, model bahasa dan keyakinan hidup yang dimiliki etnis Dayak, tidak memungkinkan untuk diidentifikasikan untuk satu kepercayaan/agama tertentu. Tidak seperti Bugis yang kental dengan Islamnya dan Toraja yang sudah identik dengan Kristen. Dayak telah memiliki berbagai macam wajah kultur dan keyakinan. Maka sebuah kekeliruan jika seorang Dayak ataupun non-Dayak yang memvonis Dayak adalah Kristen.
                Kompleksitas variasi etnis Dayak tidak lantas merupakan sebuah weakness (kelemahan). Kesamaan harapan, kesadaran nasib dan kondisi yang termarginallisasi dalam kancah sosial politik dapat menjadi sebuah kekuatan pemersatu dan solidaritas etnis Dayak dalam kontribusinya bagi pembangunan bangsa dan negara Indonesia tercinta.



RITME


Allah menciptakan alam dengan melody kebahagiaan dan nada kesedihan. Maka kita sebagai salah satu ciptaan-Nya akan dapat merasakan keseluruhan dari lagu kehidupan tersebut.
Langkah demi langkah, fase demi fase kehidupan dan waktu yang berjalan pelan tapi pasti menjadikan kita manusia yang berbeda dalam setiap tahapannya. Kita kadang seakan merasa bangun dari mimpi ketika kita berkeluarga dan menjadi orangtua padahal kita merasa baru kemarin melewati masa kanak-kanak kita. Kita saat ini mungkin merasa menjadi pribadi yang berbeda padahal sebenarnya kita menjadi sesuatu sesuai dengan tahap yang sedang kita jalani. Tapi, sadarkan kita ? atau maukah kita bercermin pada masa lalu demi mempersiapkan tahapan hidup kita selanjutnya agar menjadi lebih baik?
Saya yakin bahwa semua orang ingin menjadi lebih baik pada tahapan hidup selanjutnya tetapi saya juga yakin bahwa ada beberapa orang yang merasa cukup dalam arti berpuas diri dengan apa yang dia raih padahal sebenarnya dia tidak pernah sadar bahwa baik dan buruknya diri kita, bukan diri kita yang menilai melainkan orang lain. Dan sadarkah kita bahwa apa yang kita nilai benar secara moral belum tentu baik menurut etika, dan apa yang menurut etika baik belum tentu baik menurut akhlak.
Akhirnya semua kita kembalikan kepada diri kita masing-masing, karena apa, siapa dan bagaimana kita hanya diri kita sendiri yang tau sedangkan hasil baik buruknya tergantung dari sudut mana orang lain menilainya.